PT Trimegah Bangun Persada Tbk, yang dikenal sebagai Harita Nickel (NCKL), telah menjadi perusahaan pertambangan pertama di Indonesia yang secara resmi berkomitmen untuk menjalani audit oleh Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA).
Menurut rilis resmi dari IRMA, proses audit untuk perusahaan pertambangan dilakukan berdasarkan inisiatif sukarela, termasuk di dalamnya Harita Nickel. Pihak IRMA menegaskan bahwa langkah yang diambil oleh Harita ini merupakan yang pertama kali dilakukan oleh perusahaan pertambangan di Indonesia.
Harita Nickel telah mengajukan operasi pertambangannya untuk diaudit secara independen dengan menggunakan standar pertambangan global yang paling ketat, menjadikannya sebagai contoh transparansi operasional yang belum pernah ada sebelumnya di Indonesia, demikian disampaikan oleh Direktur Eksekutif IRMA, Aimee Boulanger, dalam siaran pers tersebut.
IRMA, sebagai organisasi independen, menilai aspek keberlanjutan praktik pertambangan dengan menerapkan Standar IRMA untuk Pertambangan yang Bertanggung Jawab, yang merupakan standar global yang ketat.
Akuntabilitas IRMA tercermin dalam tata kelolanya yang khas, di mana organisasi ini dikelola oleh perwakilan dari enam sektor pemangku kepentingan yang terpengaruh oleh praktik pertambangan, yaitu masyarakat, buruh terorganisasi, LSM, sektor keuangan, pembeli, dan perusahaan pertambangan. Dengan adanya perwakilan dari keenam sektor ini, masyarakat memiliki posisi yang setara dengan perusahaan pertambangan, serta kepentingan komersial dan nonkomersial.
Proses audit terdiri dari dua tahap, yaitu tinjauan awal (initial audit) dan audit lapangan. Audit terhadap Harita Nickel akan dilaksanakan oleh SCS Global Services, sebuah firma audit independen yang telah disetujui oleh IRMA.
Inisiatif Harita Nickel untuk mengikuti audit IRMA juga mendapatkan pengakuan dari pemerintah. Perusahaan yang bergerak dalam pertambangan dan pemrosesan nikel terintegrasi ini dianggap sangat berkomitmen terhadap praktik pertambangan yang bertanggung jawab di Indonesia.
“Kami sangat menghargai inisiatif mereka, yang tidak hanya menjadi acuan bagi industri, tetapi juga mendukung visi pemerintah untuk menciptakan sektor pertambangan yang lebih transparan serta bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial. Upaya ini menekankan pentingnya penyelarasan industrialisasi nasional dengan standar global, guna memastikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat dan lingkungan kita,” ungkap Septian Hario Seto, Deputi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia.
Harita Nickel menegaskan komitmennya untuk melaksanakan audit IRMA dengan tujuan memberikan manfaat berkelanjutan dalam jangka panjang bagi seluruh pemangku kepentingan, khususnya para pembeli. Perusahaan pertambangan yang mengoperasikan fasilitas High Pressure Acid Leaching (HPAL) pertama di Indonesia ini berupaya memastikan bahwa pembeli mendapatkan nikel yang diperoleh secara bertanggung jawab.
“Dengan melaksanakan audit IRMA yang bersifat independen, kami berupaya untuk menyelaraskan operasi kami dengan praktik terbaik serta mengidentifikasi peluang untuk perbaikan berkelanjutan bersama para pemangku kepentingan yang terdampak dan pemegang hak terkait. Kami berkomitmen untuk menyesuaikan diri dengan standar internasional dalam penambangan yang bertanggung jawab untuk jangka panjang,” ungkap Roy Arman Arfandy, Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada Tbk.
Harita Nickel memiliki izin pertambangan yang mulai beroperasi pada tahun 2010. Melalui anak perusahaan dan afiliasinya, Harita Nickel telah mengoperasikan smelter bijih nikel kadar tinggi (saprolit) sejak tahun 2017, fasilitas pemurnian bijih nikel kadar rendah (limonit) sejak tahun 2021, serta fasilitas produksi nikel sulfat dan kobalt sulfat sejak tahun 2023. Semua fasilitas ini terletak di dua wilayah konsesi pertambangan aktif milik Harita Nickel.
Harita Nickel memproduksi bahan baku utama untuk baterai kendaraan listrik dengan memproses dan memurnikan bijih nikel kadar rendah (limonit) menggunakan teknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP), yang kemudian diproses lebih lanjut menjadi nikel sulfat (NiSO4) dan kobalt sulfat (CoSO4).
Berita Terkait
Penurunan Ekspor Batu Bara, Penambang Indonesia Mengatur Produksi
404
404