Presiden Prabowo menargetkan penghentian operasional Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batubara secara keseluruhan pada tahun 2040. Institute for Essential Services Reform (IESR) mengemukakan strategi untuk mencapai target tersebut. "Menghentikan operasional PLTU batubara pada tahun 2040 dan beralih sepenuhnya ke energi terbarukan adalah tantangan, namun hal ini dapat dicapai," kata Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa, dalam pernyataan persnya pada Kamis (12/12). Untuk merealisasikan target ini, pemerintah perlu mempercepat penggunaan energi terbarukan hingga mencapai 60 – 80 gigawatt (GW) dalam lima tahun mendatang.
Lebih dari setengah dari kapasitas tersebut dapat berasal dari energi surya. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi yang terdepan dalam penambahan kapasitas baru untuk energi terbarukan, berkat ketersediaan sumber daya yang melimpah dan biaya modal yang paling rendah. Selain itu, pengembangan teknologi ini berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan teknologi energi terbarukan lainnya.
Sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin sering kali dianggap sebagai tantangan utama dalam integrasinya ke dalam sistem kelistrikan karena sifat intermitennya. Fabby berpendapat bahwa tantangan ini dapat diatasi melalui pengelolaan beban yang lebih baik, penguatan dan modernisasi jaringan listrik, pembangunan sistem penyimpanan energi yang lebih banyak, serta peningkatan fleksibilitas jaringan. "Langkah-langkah ini akan menjamin pasokan energi ramah lingkungan yang konsisten, menjaga keandalan sistem, dan meningkatkan ketahanan energi," jelasnya.
Di sisi lain, Manajer Transisi Energi Hijau Indonesia IESR, Erina Mursanti, menekankan pentingnya keselarasan antara Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan RUU Energi Baru serta Energi Terbarukan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), serta menetapkan target tinggi untuk bauran energi terbarukan. "Keselarasan kebijakan dan target tinggi untuk energi terbarukan akan memberikan sinyal positif bagi para investor untuk berinvestasi dalam pengembangan energi terbarukan," ungkap Erina. Selain itu, pembangunan super grid yang menghubungkan Sumatera, Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2023 – 2060 diperkirakan memerlukan investasi sebesar US$ 25 miliar untuk jaringan transmisi sepanjang 50 ribu kilometer.
Berita Terkait
Penurunan Ekspor Batu Bara, Penambang Indonesia Mengatur Produksi
404
404