Penjualan mobil di Indonesia kembali mengalami penurunan. Setelah mengalami lonjakan yang signifikan pada bulan Februari 2025, penjualan di bulan Maret 2025 justru mengalami penurunan.
Data yang dirilis oleh Astra International, berdasarkan informasi dari GAIKINDO, menunjukkan bahwa penjualan mobil nasional pada bulan Maret 2025 turun sebesar 1,99% atau 1.440 unit, menjadi 70.892 unit dibandingkan dengan bulan Februari 2025 yang mencapai 72.336 unit.
Dari segi tahunan, penjualan pada bulan Maret 2025 mengalami penurunan sebanyak 3.828 unit, atau sekitar 5,12% dibandingkan Maret 2024 yang tercatat sebanyak 74.720 unit.
Secara keseluruhan, penjualan mobil secara wholesale dari Januari hingga Maret 2025 mencapai 205.160 unit, mengalami penurunan sebesar 10.090 unit atau 3,66% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2024 yang mencapai 215.250 unit.
Sebelumnya, pada bulan Februari 2025, penjualan mobil nasional menunjukkan perkembangan positif dengan total penjualan mencapai 72.295 unit, meningkat 10.363 unit atau 16,73% dibandingkan Januari 2025 yang hanya 61.932 unit.
Menurut pengamat otomotif Yannes Pasaribu, penurunan jumlah pemudik sebesar 24,34% pada tahun 2025 dibandingkan tahun 2024 merupakan sinyal awal yang menunjukkan adanya tekanan ekonomi yang nyata di Indonesia.
Lebih lanjut, Yannes menambahkan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terus meningkat memperburuk kondisi masyarakat kelas menengah di Indonesia. Ia berpendapat bahwa penurunan penjualan mobil nasional pada bulan Maret 2025 mencerminkan adanya tekanan signifikan akibat pelemahan ekonomi makro.
Indeks Keyakinan Konsumen yang terus menurun serta deflasi yang berkelanjutan mencerminkan kehati-hatian masyarakat dalam berbelanja. Dalam kondisi ini, pembelian mobil yang merupakan kebutuhan tersier dengan biaya tinggi kemungkinan besar akan ditunda, ungkap Yannes kepada CNBC Indonesia pada Rabu (16/4/2025).
"Konsumen tampaknya lebih memilih untuk mengalokasikan dana mereka untuk kebutuhan primer, menabung, atau memenuhi kewajiban pengeluaran keluarga yang lebih mendesak," tambahnya.
Ia juga menyatakan bahwa masyarakat Indonesia mungkin akan menunggu kepastian pemulihan ekonomi dan stabilitas daya beli sebelum membuat keputusan untuk melakukan pembelian besar.
"Upaya yang sangat keras dan agresif untuk mencapai target total penjualan tahun 2024 serta meningkatkan penjualan di awal 2025 telah menyebabkan daya serap pasar terpaksa tersedot lebih awal," jelasnya.
Hal ini, menurut Yannes, terjadi pada berbagai pameran otomotif besar yang berlangsung di akhir 2024 dan awal 2025, seperti GIIAS (Jakarta, Surabaya, Medan, Makassar), Indonesia Modification Expo (Oktober-November 2024), Bandung Auto Show (November 2024), Solo Auto Show (Desember 2024), dan IIMS Jakarta (April 2025).
"Sementara itu, momentum Ramadan yang biasanya meningkatkan penjualan, menunjukkan kelesuan akibat dampak dari serangkaian tekanan ekonomi dan hasil dari penyerapan pasar yang lebih awal," terangnya.
"Ini tampaknya juga mengurangi potensi penjualan di bulan Maret ini," kata Yannes.
Ia menjelaskan bahwa lonjakan penjualan di bulan Februari 2025 mungkin menjadi alasan mengapa penjualan selama Ramadan yang jatuh pada bulan Maret 2025 tidak begitu menggembirakan.
"Sepertinya, penjualan mobil meningkat sebelum fase Ramadan-Lebaran 2025 karena adanya isu mengenai kenaikan PPN menjadi 12% dan opsi Pajak Kendaraan," tuturnya.
Berita Terkait
Trump Bersiap Menerapkan Tarif Untuk Semikonduktor Dan IPhone
404
100 Hari Donald Trump: Ekstrem Dan Penuh Kebencian!
Trump Bersiap Menerapkan Tarif Untuk Semikonduktor Dan IPhone
Ketua DPR: Kekerasan Oleh KKB Tak Bisa Lagi Dinormalisasi
404
100 Hari Donald Trump: Ekstrem Dan Penuh Kebencian!
Trump Bersiap Menerapkan Tarif Untuk Semikonduktor Dan IPhone
Ketua DPR: Kekerasan Oleh KKB Tak Bisa Lagi Dinormalisasi